Gumuk adalah Hasil Longsoran Gunung Api Purba Terbesar Nomor Satu di Asia

by - November 20, 2025

Foto bersama Dr. Firman Sauqi Nur Sabila S.T., M.T.


Sherin Fardarisa sakit. Dia sudah periksa medis di desa Ajung, Kalisat, pada 17 November lalu. Rupanya Sherin dinyatakan influenza tipe A. Esoknya, gantian Karina Putri Yuni Kuswanto yang sakit. Sebelumnya dia memang terlihat lesu, mungkin sedang ada di kondisi imun yang lemah. Jadi ketika series membaca kenangan dalam bentuk diskusi 'Dipeluk Gumuk Hidup-hidup' sedang berlangsung di ruang ingatan, Sherin dan Karin ndekem di dalam kamar cewek hingga acara usai. Mereka tak keluar sama sekali. Keduanya baru keluar kamar saat tamu-tamu sudah banyak yang pulang. 

Posisi kamar cewek ada di dalam ruang ingatan, nama rumah kolektif Sudut Kalisat, diapit oleh kamar tamu dan ruang terbuka musala yang kini salah satu sisinya dimural oleh Mas Nur Riyono, seperti tampak pada foto ilustrasi di atas. Memperhatikan posisi kamar cewek, bila mereka tak ketiduran, tentu kini Sherin dan Karin mengerti bahwa hamparan gumuk di kaki Raung, terutama Jember, adalah hasil longsoran gunung api purba terbesar nomor satu di Asia. 

Gumuk vulkanik adalah lanskap otentik Jember terbesar nomor satu di Indonesia, terbesar nomor satu di Asia, dan masuk top five sedunia.

Bila diukur secara global, Jember nomor empat setelah Gunung Shasta di California Utara, Nevado de Colima di Meksiko, dan Socompa di Chili. Itu dihitung dari large quaternary debris avalanche deposit. Shasta menjadi nomor satu di dunia sebab punya besaran 46 kilometer kubik, Jember 25 kilometer kubik. Di atas Jember ada Socompa, berjarak tipis, hanya 26 kilometer kubik. 

"Kalau pakai perhitungan terbaru yang saya lakukan secara mandiri, saya menemukan besaran 27 kilometer kubik untuk Jember. Jadi (Jember) masih ada potensi menaikkan status debris avalanche menjadi nomor tiga di dunia." Begitu kata Firman Sauqi, geolog muda bergelar doktor kelahiran desa Dukuh Dempok di kecamatan Wuluhan, Jember. 

Dari sekian nama lain untuk gumuk, seperti heuvel dalam bahasa Belanda, hillock, dan lainnya, kami memilih kata hummock. Ke depannya, untuk sementara waktu, barangkali saya dan Sudut Kalisat akan menulisnya sebagai gumuk/hummock. Pakai tanda garis miring. 

Semisal Sherin dan Karin tidak tidur ketika Firman Sauqi menjelaskan materinya, mereka akan mengerti bahwa gumuk/hummock adalah cabang ilmu baru di geologi. Orang baru mengerti istilah debris avalanche setelah Gunung Saint Helens meletus pada 18 Mei 1980. Dia direkam dan segera dipelajari oleh para geolog dunia. Barulah setelah itu ilmu geologi mengerti bahwa gunung api bisa juga meletus dari samping. Paska Saint Helens, para peneliti melakukan ekspedisi keliling dunia untuk mencari model-model lain yang mirip kasus Gunung Saint Helens di Amerika Serikat itu. Salah satu di antara peneliti tersebut bernama Lee Siebert. Suatu hari di tahun 1995, sampailah Lee Siebert ke Jember. Dia tinggal di kota ini selama setengah bulan untuk melakukan penelitian lapang tentang collapse Gunung Gadung di sisi Gunung Raung, yang menghasilkan debris avalance berupa hamparan gumuk ke arah kabupaten Jember. Hasil survey Lee Siebert itu kemudian ditulis dalam bentuk semacam laporan survey pada 2002. Ia menjadi sempurna ketika pada 2022 lalu seorang geolog yang lain menerbitkan buku tentang debris avalanche. 

Judul catatan ini, 'Gumuk adalah hasil longsoran gunung api purba terbesar nomor satu di Asia,' ia didasarkan dari hasil survey Lee Siebert pada 30 tahun lalu, juga didasarkan pada kejutan-kejutan baru di bidang ilmu geologi. 

Dengan membawa judul di atas, secara otomatis saya, Sudut Kalisat, bersama-sama dengan Firman Sauqi Nur Sabila, kami sependapat untuk menggeser narasi populer sebelumnya bahwa gumuk vulkanik seperti di Jember hanya ada di tiga tempat di dunia; Raung Purba, Galunggung Purba, Bandai di Jepang. 


Saya tentu punya banyak PR untuk berbenah dan meminta maaf, terutama pada momentum terdekat pada sembilan hari lalu ketika menjadi pembicara satu di acara terhormat Seminar Nasional Konsentrasi Hukum Tata Negara dengan tema "Lanskap Bercakap. Tilikan dari Perspektif Lokal Hingga Internasional Terhadap Hukum Lingkungan Hidup." Saat itu saya masih memakai narasi populer hanya ada di tiga tempat di dunia. Sekira 35 jam kemudian barulah ada 'Konferensi Belitung' di JL. Belitung Jember. Kami ada temu janji, mengalami perjumpaan dengan Firman Sauqi Nur Sabila, dan ia melahirkan ide-ide baru, termasuk di dalamnya adalah pembacaan Manifesto Gumuk di Olby Gigs 14 November 2025, dan Series Membaca Kenangan: Dipeluk Gumuk Hidup-hidup pada 19 November 2025 di Sudut Kalisat. 

Runtutan energi di bulan November yang basah itu menyebabkan teman-teman kolektif Sudut Kalisat melakukan perubahan tema mendasar untuk rencana Kalisat Tempo Dulu 11 ke depan, dari 'Macan Ingatan' ke 'Angin kan Membawamu Pulang.' 

Sherin sakit, Karin juga. Syahrin, putri dari Bapak Abdul Gani dan Ibu Harifah ini hadir di ruang ingatan dan menjadi satu-satunya wakil marga 'Rin' yang sehat. Dia datang tentu mewakili kolektif baru di Jember, yaitu Ajegeh Gumuk. 

Kini semoga Sherin, Karin, dan Syahrin, trio rin kelahiran 2001 dan 2002 ini mengerti beda antara gumuk, bukit dan gundukan. Geolog Firman Sauqi Nur Sabila menjelaskan itu dengan sangat gamblang. 

Saya dan Hana berniat menuliskan gumuk di Jember dan sekitarnya di situs Mongabai Indonesia, namun liputan kami berdua terkait Harimau Jawa di batas dusun Taman Nasional Meru Betiri belum lagi usai. Paling tidak, catatan ini menawarkan narasi itu dulu, tentang betapa pentingnya gumuk di mata dunia dari berbagai perspektif. Hari ini kami pakai perspektif geologi, kartografi, etimologi, juga toponimi. Kelak dalam perjalanannya, bisa saja kami mengembangkan sudut pandang, pakai perkakas ilmu pengetahuan yang lain. 

Terima kasih teman-teman. Lestari. 

TAMASJA NET

0 comments