Setelah Miniatur Gumuk Dipindahkan
Lokasi miniatur gumuk yang pertama, 17 Juni 2019
Saya menemukan foto ketika lokasi miniatur gumuk yang dimulai menjelang Hari Bumi 22 April 2018, telah diratakan dan telah siap dialihfungsikan menjadi greenhouse anggrek milik Hana. Kelak di dalam greenhouse itu juga ditambahkan sebuah kolam ikan koi. Hana butuh air kolamnya untuk menyiram tanaman-tanaman kesayangannya.
Konsep bikin miniatur gumuk yang pertama, 2018, dibantu oleh Yud kakaknya Har, sahabat satu kampung di Lorstkal. Yud dibantu oleh Rio, putra dari pasangan Miskadi dan Menik, juga warga kampung Lorstkal. Untuk proses pemindahan gumuk di tahun berikutnya, dilakukan oleh Fanggi dan beberapa kawan.
Satu tahun berikutnya, di akhir tahun 2020, greenhouse sudah selesai dan tertata. Masih belum ada kolam ikan koi. Dia berdampingan dengan miniatur gumuk, berjarak dua hingga lima meter di garis sejajar utara selatan. Utara (pojok kiri) adalah miniatur gumuk, selatan dan yang ada jaringnya adalah greenhouse anggrek.
Merintis rancangan Miyawaki Forest, 12 Desember 2020
Jadi, ketika saya sedang merintis keberadaan hutan buatan dengan metode Prof. Akira Miyawaki dari Jepang, di halaman belakang telah ada miniatur gumuk dan greenhouse anggrek. Tampak dalam foto di atas, lokasi Miyawaki Forest ada di antara saya dan Aldi. kami membelakanginya. Ia tepat di sisi utara gazebo. Jika luasan standart yang disarankan oleh Prof. Akira Miyawaki adalah seluas lapangan tenis lapang (sekira 260,87 meter persegi), saya melakukan inprovisasi dan menggunakan ukuran seluas meja ping pong alias table tennis. Ketika saya mengerjakan proyek senggang itu, Bapak Akira Miyawaki, profesor kelahiran 29 Januari 1928 itu telah berusia 92 tahun namun bisa dihubungi melalui email.
Terobosan saya tentang 'hutan seluas meja ping pong' rupanya pernah saya catat juga di catatan tertanggal 25 Desember 2020. Berikut akan saya tuliskan kembali.
HUTAN SELUAS MEJA PING PONG
Tentu saja Profesor Akira Miyawaki, ahli botani Jepang itu, tak merancang metode 'Miyawaki Aforestasi' di lahan seluas meja ping pong. Hutan kecil yang dia maksud dirancang setidaknya seukuran lapangan tenis, dengan perkiraan per meter persegi dapat ditanami tiga hingga empat bibit tanaman lokal, berharap bangunan hutan kecil dengan metode Miyawaki akan melahirkan tingkat keragaman yang tinggi serta tak mudah ditembus.
Di Kalisat, saya menerapkan metode Miyawaki di lahan seluas meja ping pong. Karena hanya sebesar itulah lahan percobaan yang memungkinkan. Akibatnya, saya harus berani bikin terobosan-terobosan baru, apalagi terkait biaya. Cara-cara yang dilakukan oleh Miyawaki memang terbilang mahal. Sepertinya biaya untuk reforestasi dan reboisasi lebih murah dibanding aforestasi.
Ukuran paling mahal menurut saya adalah merubah paradigma dari sekedar menanam pohon menjadi menciptakan hutan.
Secara mendasar, meskipun melakukan praktik di lahan sangat mini, saya masih menggunakan metode tersebut. Misalnya, hutan dirancang sepenuhnya bebas pupuk kimia. Juga, mengutamakan pemilihan bibit tanaman lokal. Hari ini saya menambahkan empat bibit tanaman lokal di hutan mini itu, yaitu awar-awar alias ficus septica, bibit waru, pace alias mengkudu, dan bibit sukun. Semua itu adalah bibit tanaman yang ada di sekitar rumah kontrakan. Tak ada yang saya dapat dari membeli.
Masih banyak sekali yang butuh saya pelajari dari metode ini, tentu saja. Ia bukan metode yang sempurna, namun ia adalah sebuah keisengan yang menarik.
_____
Kembali ke miniatur gumuk. Dia mengalami perkembangan yang dahsyat sejak dibuat kali pertama pada April 2018, lalu dipindahkan secara berangsur-angsur dan selesai pada 17 Juni 2019, dan dikorelasikan pada tujuhbelas bulan kemudian, yaitu pada 30 November 2020, seperti tampak pada arsip foto di bawah ini.
_____
Kembali ke miniatur gumuk. Dia mengalami perkembangan yang dahsyat sejak dibuat kali pertama pada April 2018, lalu dipindahkan secara berangsur-angsur dan selesai pada 17 Juni 2019, dan dikorelasikan pada tujuhbelas bulan kemudian, yaitu pada 30 November 2020, seperti tampak pada arsip foto di bawah ini.
Penampakan miniatur gumuk di lokasi terakhir, 30 November 2020
Anda bisa melihatnya dalam foto, bahwa miniatur gumuk itu terlindungi oleh pagar seng dari sisi timur dan utara. Saya memotretnya dari arah barat. Hanya ada kamboja, palem kuning Dypsis lutescens, segerombolan ginseng Jawa, dan tumbuhan liar. Mereka menjadi hidup di atas batuan gumuk karena saya menambahkan pula tanah gumuk yang kaya humus. Ia memang beberapa kali mengalami ambles, tapi saya merawatnya. Saya tambahkan material gumuk secara bertahap, seperti pada tulisan saya sebelumnya di blog tamasja ini, berjudul, Miniatur Gumuk Hasil Rancangan Sendiri Kini Hampir Berumur Delapan tahun.
Setelah miniatur gumuk dipindahkan, meskipun dirancang flat tanpa puncak. namun ia tampak berdiri kokoh hingga sekarang. Kini, di halaman belakang rumah kami setidaknya ada tiga titik tanam;
1. Miniatur gumuk
2. Greenhouse anggrek dan kolam ikan koi
3. Hutan Miyawaki yang fungsinya dibelokkan untuk arboretum (arsip pohon) dan diberi nama 'tamasja ekosistem.'
Tak jauh dari sana terdapat pajudun alias rumah merpati untuk merpati lokal Jember, rumah merpati pos, kandang ayam, aviari, dan gubug tamasja.
Terima kasih.



0 comments