Bermula dari Kalimat Hanya Ramai di Medsos
TEPI Kalisat, 5 Desember 2025
SAYA dan Hana sampai dua kali nongkrong di Tepi, akronim dari teh dan kopi. Dani dan Iqbal sudah tidak tampak dalam foto, sebab mereka segera balik ke ruang ingatan untuk menemani Aru dan orangtuanya, Mas Hafid dan Novia Suryandari. Bersama Faisal Rahman Mujiono, owner Tepi Kalisat, kami berbincang tentang situasi terkini bencana kapitalis dan ekologis yang terjadi di tiga Provinsi di Pulau Sumatera. Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Tentu kami diskusikan itu dari perspektif search and rescue dan dari perspektif manajemen penanggulangan bencana. Oiya, pemerintah terkesan menunda-nunda momentum emergency response and relief. Pernyataan Komandan BNPB Letjen TNI Suharyanto pada 28 November 2025 tentu sangat disesalkan, saat ia bilang, "banjir hanya ramai di medsos." Komunikasi publik yang sangat disesalkan di 50 jam pertama, yang menciptakan preseden buruk dan segera diingat oleh masyarakat di negeri ini.
Hanya ramai di medsos.
Semisal pernyataan itu tidak keluar dari mulut Komandan BNPB, boleh jadi akan beda cerita. Orang kemudian tergiring untuk berpikir, "Pemerintah kita ini beneran bekerja atau tidak?" Maka ramailah urusan level kebencanaan. Mengapa tidak dinaikkan menjadi bencana nasional? Mereka yang tidak sepakat level 'bencana nasional' terus menerus menjadikan Bencana Lumpur Lapindo sebagai contoh konkrit, dimana korporat yang seharusnya bertanggung jawab atas itu dapat dengan mudah cuci tangan dan apa yang mereka sebabkan segera ditutup oleh dana APBN. Sebaliknya, dari perspektif SAR dan manajemen penanggulangan bencana, bertindak cepat dengan hierarki yang jelas adalah sebuah kebutuhan mendasar. Itu bukan lagi penting, tapi genting. Negara harus hadir dengan segala instrumennya. Ini tentang nyawa warganya.
Hanya ramai di medsos? Ya, dari sanalah preseden buruk lainnya mengikuti. Publik semakin awas dengan cara politisi berkata-kata, sebab mereka digerakkan oleh rasa kemanusiaan dan oleh luka yang diakibatkan oleh kata. Begitu penting urusan komunikasi publik ini. Wajib dipelajari semua pemimpin dari berbagai level. Tidak perlu malu, belajar saja. Bisa dimulai dengan mempelajari seni storytelling ke anak cucu sendiri. Begitu ya, Gus Fawaid.
Mumpung jumpa dengan Faisal dan Wahyu Muhammad Arif, saya tanyakan pula tentang kabar Himapala Bekisar.
Lama kemudian, kami pamit pulang ke ruang ingatan di kampung Lorstkal. Karin Iqbal akan record lagu malam ini. Bagus Selokan Belakang, dia sudah siap urus recording hingga aransemen. Malam yang indah. Kami melakukan perjalanan pendek dari terminal Kalisat ke utara stasiun Kalisat, siap memeluk Arunika Kinnas Narasnama.

0 comments