Tamasja ke Djember

by - Oktober 31, 2025


GNI Jember. Dokumentasi oleh Salsabilla Rahma Widaninggar


Oryza Ardyansyah Wirawan menelepon saya, ba'da Isya. Jurnalis Jember kelahiran 5 Mei 1977 itu menanyakan pendapat saya perihal rencana gedung tua GNI Jember yang akan dijadikan alternatif dapur Makan Bergizi Gratis. Gedung Nasional Indonesia itu berdiri sejak tahun 1956, mula-mula dijadikan sebagai gedung pertunjukan kesenian di masa Presiden Sukarno. Ia juga berfungsi sebagai balai pertemuan organisasi kemasyarakatan dan partai politik. Tentu Gedung Nasional Indonesia adalah sebuah heritage yang sayang sekali bila harus mengalami perombakan besar-besaran dan menghilangkan karakter arsitektur aslinya. 

"Gedung itu sudah diserahkan pengelolaannya ke Pemkab Jember sejak 2022, nek gak keliru." Begitu kata Oryza melalui telepon. 

"Piye menurutmu Kim?" 

Saya menjawabnya dari dua sisi, arsitektur dan sejarah. Bila dilihat dari sisi arsitektur, Gedung Nasional Indonesia punya nilai sejarah yang tidak remeh. Itu adalah arsip tentang bentuk ekspresi kedaulatan dan kemerdekaan negeri ini, tak lagi terpaku pada bentuk arsitektur Eropa. Kita tahu, setelah Indonesia merdeka, para pendiri negeri ini menolak segala identitas yang berbau kolonial. Itu juga berlaku pada arsitektur yang dibangun sejak 1950-an. Jember memiliki arsip itu melalui GNI, Gedung Nasional Indonesia. 

Momentun di masa 1950-an, selain para arsitek dan engineer Eropa banyak yang kembali pulang ke negerinya, energi anti kolonialisme sedang tinggi-tingginya. Maka dari itu, para lulusan ST dan STM, apalagi yang pernah punya pengalaman sebagai aannemer, mereka memiliki beban moral untuk memasukkan unsur lokal pada segala gedung yang sedang dirancang. Harus ada unsur ke-Indonesia-an di sana. 

"Aki berpendapat penyelenggara negara harus hadir dan turut memikirkan nasib gedung ini. Nah, di Jember, penyelenggara negara paling terjangkau tentu Pemkab." 

Apalagi di tulisan Oryza Ardyansyah Wirawan yang pernah dimuat oleh Berita Jatim, disebutkan bahwa pada 13 Januari 2022, Yayasan Gedung Nasional Indonesia (GNI) menyerahkan asetnya berupa gedung pertemuan kepada Pemerintah Kabupaten Jember. 

Bila dilihat dari sisi arsitektur saja ia memiliki nilai, begitu juga ketika kita melihatnya dari sudut pandang ilmu sejarah, GNI di Jember dicita-citakan sebagai balai pertemuan berbagai pihak, gedung pertunjukan seni, juga sebagai Pemkab Jember di era 1950-an membantu Yayasan Gedung Nasional Indonesia dalam hal pembangunan dan dalam hal membebaskan gedung tersebut dari pajak tontonan. Itu sebuah cita-cita yang bagus. Bikin masyarakat cerdas dan sehat. Tidak bisakah menjaga dan meneruskan marwah tersebut? Semisal dikorelasikan dengan kebutuhan di hari ini, ia bisa kita jadikan Gedung Kesenian dan atau Museum Daerah. 

Melakukan restorasi arsitektur GNI memang bukan perkara mudah dan tidak murah. Boleh jadi ia juga tidak seksi secara langkah politik. Tapi bila sama-sama akan melakukan tata ulang, mengapa tidak memperjuangkan esensinya?

Posisi GNI yang ada di jantung kota tentu akan menjadi daya pikat tersendiri. Bisa jadi pilihan bagi masyarakat desa di Jember, masyarakat luar kota dan mancanegara ketika akan Tamasja ke Djember. 

TAMASJA NET

0 comments