Saujana Gumuk
by
tamasja
- Desember 25, 2025
MRAWAN Cafe & Resto tampak ramai sesorean tadi. Ada sekian mobil yang parkir di halaman cafe yang diapit oleh hutan produksi dan yang arsitekturnya menghadap ke jalan aspal penghubung Jember - Banyuwangi ini. Orang sering menyebut ruas jalan tersebut sebagai jalur Gumitir. Saya dan Hana datang terlebih dahulu. Kami mengendarai motor supra dari Kalisat. Lama kemudian datanglah Karin yang pakai beat milik Iqbal, juga Amel yang dibonceng oleh Abd. Hakim. Lalu Hafid, Novia, dan Aru. Datang paling akhir adalah Mas Nur Riyono beserta buah hatinya, Clara. Tak terasa, kini Clara sudah semester tujuh di jurusan Geografi FKIP Universitas Jember.
Kepada Josaphat Wulan Roeselly Elias atau yang kini akrab dipanggil Pak Yon, saya ucapkan selamat lebaran.
Selain rehat sepulang dari perjalanan ke Sumenep, selama di Mrawan cafe kami juga membicarakan rencana Kalisat Tempo Dulu (KTD) 11 tahun depan. Hana bilang, "Pine nek judul 'Angin kan Membawamu Pulang' kita jadikan sub judul?" Dia melakukan presentasi sambil mengirimkan catatan pendek ke beberapa dari kami untuk dibaca bersama, dikoreksi, dibantah bila perlu. Hana menawarkan saujana gumuk, seperti judul artikel yang pernah dia tulis untuk kebutuhan zine Sudut Kalisat. Jadi judul KTD 11 akan menjadi, Saujana Gumuk: Angin kan Membawamu Pulang.
Hana menjelaskan dengan bagus alasan mengapa harus menggunakan diksi saujana. Berikut adalah catatan yang ia sertakan untuk teman-teman.
Saujana Gumuk: Angin kan Membawamu Pulang
Saujana dalam kajian lanskap Nusantara tidak sekadar berarti pemandangan, tetapi bisa berupa lanskap alam, manusia, sejarah dan ingatan. Ia adalah ruang hidup yang terbentuk oleh interaksi panjang. Dengan memilih kata saujana, hal ini akan menegaskan bahwa gumuk bukan objek mati. Ia menempatkan gumuk sebagai ruang hidup dan ingatan kolektif.
Saujana Gumuk berarti lanskap yang dilihat, dipetakan, diarsipkan. Angin Kan Membawamu Pulang, bisa berupa lanskap yang dirasa, diingat, dirindukan. Satu bekerja secara konseptual dan ilmiah, satu bekerja secara emosional dan puitik. Keduanya diharapkan menjadi kombinasi ideal untuk seni rupa berbasis riset.
Saujana Gumuk memandang gumuk bukan sekadar bentang alam, tetapi sebagai lanskap hidup yang dibentuk oleh angin, tanah, ingatan, dan relasi manusia. Melalui peta, arsip, suara, dan praktik artistik, pameran ini menelusuri bagaimana gumuk membentuk ruang hidup masyarakat Jember dan bagaimana kehilangan gumuk turut mengubah rasa, arah angin, dan pengalaman pulang.
Tentu belum final. Konsep tersebut masih akan kami tawarkan kepada teman-teman yang lain yang tadi tak turut hadir di Mrawan cafe. Tapi saya kira itu adalah gagasan yang bagus, dimana kita akan berjumpa lagi dengan urusan 'sejauh mata memandang.' Saujana seperti merangkum acara KTD di tiga tahun terakhir.
Foto di atas diabadikan oleh Zuhana AZ alias Mbak Prit di Mrawan cafe, 25 Desember 2025



